BEING THE MOM OF ANTAGONIST LADY
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVuUsZzewGlQW33CC3BJO3uq2J0Akiosk7oD4hPcBmrQi_IrCQxhyPE_59xqWI82cQ8Pewa1S_cW7ay_HUF2k2T8WVU1z_TqsrArOBbKTIqegK34-x8FOI2uw2bV0bR5Q-h-vE1dZ6olswU--iLtoPPcAUGQiSRjsdBvt7uIYmE8eM9jpyp-5rCgmoCA/w462-h640/Princess4.png)
Terlahir Kembali
Author : Qazephira
Tes ...
Tes ...
Darah bercampur air hujan
menggenang di dekat area taman bunga lavender di sebuah kastil. Kilatan petir
dan guntur menyambar bersahutan. Angin musim dingin pun tak ingin kalah untuk
semakin memperburuk cuaca pagi.
Aroma anyir, pekikan
wanita, tatapan kosong seorang pria, dan senyuman seorang wanita yang menatap
pria yang tengah ketakutan itu menjadi pemandangan pertama dua remaja kembar
berbeda gender yang masih terengah-engah setelah berlari.
"A-apa-apaan
ini!" pekik remaja laki-laki yang tak menyangka kejadian berdarah itu akan
terjadi di tempat ini.
Perlahan, kesadaran
wanita bergaun putih semakin mengabur. Di dalam dekapan seorang kesatria, air
matanya ia biarkan jatuh dan mengalir membasahi pipinya. "Jangan takut,
kau tidak salah. Ini jauh lebih baik dari pada rasa sakit di kepalaku."
"Padahal aku ingin
hidup lebih lama lagi."
"A-apa yang anda
katakan, Nyonya Muda?" Kesatria itu merengek ketakutan. Bibir bawahnya
bergetar hebat melihat darah mengalir keluar dari perut wanita itu.
Wanita yang terluka itu
melirik dua remaja kembar yang berdiri tak jauh darinya. Ia tersenyum melihat
keduanya menatap tak percaya. Sebelum benar-benar menutup mata, ia menyempatkan
diri untuk berdo'a untuk yang terakhir kalinya.
'Wahai Dewa, apa sebegitu
tidak berharganya nyawaku ini. Sebenarnya, apa mau mu ... ini sangat tidak
adil, tahu. Egh!'
'Tolong ... aku ingin
hidup, sungguh~ jadi apa saja asalkan aku hidup. Aku mohon, hidupkan aku.
Hidupkan aku.'
[| Being The Mom of
Antagonist Lady |]
[GRACIE POV]
Pukul empat pagi waktu
setempat. Aku terbangun dari tidur yang cukup lama. Mataku terbuka lebar
mengamati benda-benda di sekitarku. Setelah puas mengamati, aku kembali menutup
kepala dengan bantal kuat-kuat.
"SIALAAANNN!!!"
pekikku tertahan. "Lagi-lagi mimpi seram itu lagi!"
Ini adalah hari ketiga ku
berada di tempat ini. Ranjang besar dengan sprei berwarna ungu muda, desain
interior yang mewah khas istana kerajaan, dan semerbak aroma bunga violet yang
terkumpul di kamar ini.
Padahal kukira aku sedang
bermimpi. Namun, sepertinya aku memang benar-benar sudah berpisah dengan
duniaku dan terlempar ke sini.
Benar.
Ini sudah tiga hari aku
hanya berdiam diri di kamar dan hanya tidur-tiduran saja. Aku menolak siapapun
yang masuk ke dalam kamar ini. Tapi, ini sudah hari ke tiga. Aku tidak tahu
lagi apa yang harus kukatakan pada orang-orang yang sejak kemarin selalu
memanggilku dan memintaku berpisah dengan ranjang.
"Apa aku tidur lagi,
ya. Mungkin saja besok aku bisa kembali ke duniaku."
Tidak.
Percobaan ke-tiga sudah
gagal. Aku harus memakai cara lain untuk kembali ke duniaku bagaimana pun
caranya. Tidak lucu kalau benar aku harus hidup di sini. Jelas tidak ada
lucu-lucunya.
INI ADALAH DUNIA YANG
KUBUAT SENDIRI.
Namaku Gracie Marley, aku
adalah seorang penulis novel dan ilustrator komik. Aku adalah orang Inggris
yang tinggal di Indonesia dan tentunya tinggal sendiri. Awalnya aku hanya
kuliah, tapi lama-kelamaan aku betah dan akhirnya tinggal di sana.
Aku hanya mahasiswi
biasa, mengambil jurusan Sastra Indonesia di kampus terkenal dan lulus dengan
nilai memuaskan. Hidupku stabil dan keuanganku juga tidak terlalu buruk. Saat
ini, aku berumur 35 tahun.
Jangan tanya sudah
menikah atau belum karena aku tidak berniat untuk menikah selamanya.
Aku banyak menulis novel
berbahasa Indonesia dan juga Inggris. Syukurlah itu adalah ladang uang yang
sangat lumayan di negeri beriklim tropis ini.
Karirku sebagai novelis
dan ilustrator cukup bermasalah akhir-akhir ini. Rekan kerja yang suka cari
masalah denganku tiba-tiba menjadi baik. Benar saja, aku diracuni olehnya dan
akhirnya meninggal saat dilarikan ke rumah sakit.
Kukira sudah selesai,
tetapi ternyata salah.
Entah bagaimana jiwaku
bisa berpindah ke dunia ini dan sialnya kenapa harus ke tubuh ini. Tubuh yang
kurasuki ini adalah tubuh milik Griselda Ilythia Mahran.
Yang artinya, aku masuk
ke dalam tubuh seorang figuran. Masalahnya, tokoh ini bukanlah figuran biasa.
Dia adalah tokoh penting berdarah penyihir yang menjadi penguat cerita. Meski
begitu, dia sangat bodoh dan mudah dimanfaatkan.
Ya, seperti sekarang.
Sekarang adalah tahun ke
empat Griselda menjadi istri seorang Grand Duke di keluarga Derrien— Zarmen
Zedd von Derrien. Sangat lucu bukan.
Menikah di atas kontrak
yang akan berakhir satu tahun lagi. Itu berarti nyawa tokoh ini juga tinggal
setahun lagi dan dia malah mati setelah meracuni diri sendiri.
Ha~ padahal aku yang
membuat tokoh figuran ini berakhir mengenaskan, tapi kenapa aku kesal sekali.
Ya tentu saja karena aku masuk ke dalam tubuh berkarakter bodoh yang harusnya
sudah mati.
TAPI KENAPA HARUS MASUK
KE DALAM NOVEL RUSAK INI???
Aku tidak salah bicara,
ini memang kenyataan. Novel yang tidak pernah ku unggah di platform mana pun
dan hanya kubiarkan saja di dalam draft. Tak kusangka akan membuat masalah
begini.
Tidak apa-apa kan
memaki-maki novel sendiri?
Yah, karena sudah
terlanjur begini aku harus segera mencari tahu bagaimana cara agar aku bisa
keluar dari dunia ini. Mungkin, mungkin saja kalau aku bisa menyelesaikan novel
ini sampai 'akhirnya tokoh utama pria dan wanita bahagia selamanya'.
Tapi, itu tidak mungkin.
Novel ini rusak, alurnya
tidak jelas, jalan ceritanya terlalu cepat, dan mandek di tengah jalan pula.
Tapi, mungkin saja akan
ada jawabannya kalau aku bisa hidup sudah sampai alur yang terputus itu.
Benar.
Akhirnya sekarang aku
punya tujuan. Aku akan berusaha memperbaiki alur cerita dan tentu saja aku juga
harus bertahan hidup dari kekejaman keluarga Derrien karena aku adalah
Griselda. Ah tidak, aku adalah Cynthia Orfias.
Seingatku, nama tokoh ini
disamarkan karena dia adalah penyihir terakhir di keluarga Mahran yang terus
menyembunyikan identitasnya demi bertahan hidup.
Hal pertama yang bisa
kulakukan mumpung masih sepagi ini adalah mencari kertas dan buku khusus untuk
membuat rencana bertahan hidup. Sebagai Grand Duchess yang tidak pernah diakui
karena karakternya yang dingin dan bodoh sudah seharusnya menjadi alasan
mengapa tokoh Griselda tidak bahagia berada di kediaman ini.
Kesialan lain yang tak
kalah menyebalkannya, tokoh ini adalah ibu tiri seorang anak yang merupakan
tokoh antagonis dalam novel ini. Bisa dibayangkan, bukan. Betapa menderitanya
Griselda tinggal di sini.
Ya sudahlah.
Karena sudah begini,
karena ini adalah takdirku, dan karena Griselda asli sudah mati, aku yang masih
hidup ini akan berusaha keras demi kelangsungan hidupku.
***
ISTANA LAVENDER - 7.00
a.m.
Istana Lavender. Istana
tempat tinggal mantan Grand Duchess terdahulu— Rianna Resveratrol, mantan istri
Zarmen. Istana yang cukup jauh dari istana utama dan paling sering terjadi
masalah karena Putri Pertama keluarga Derrien yang sering menyiksa dan
menganiaya Griselda.
Namun, kali ini terjadi
keributan yang tidak biasa. Dayang pertama yang datang ke kamar Sang Grand
Duchess menyebarkan berita menggemparkan mengenai ucapan pertama Grand Duchess.
"'Aku gila, pasti
aku sudah jadi gila. Kenapa tidak ada satu pun yang kuingat?'. Begitulah yang
beliau katakan, Yang Mulia Grand Duke!" Wajah membeku dengan kedua tangan
yang tak berhenti bergetar dan mata yang terus bergerak agresif melihat ke
kanan dan kiri. Dayang Flora melaporkan semua yang terjadi mengenai Cynthia
Orfias pada majikannya.
Seorang pria yang duduk
dengan tatapan tegang dan menusuk terlihat seperti ingin membunuh orang saat
ini juga. Jakun yang naik turun seirama dengan nafas yang tertarik dengan
paksaan. "Kembalilah!"
"B-baik, Yang
Mulia!" cicit Flora. Kakinya yang tegang terasa berat untuk berjalan.
Namun, dia tetap memaksa agar segera keluar dari ruangan menakutkan itu. Dia
tidak mau jadi samsak pelampiasan.
Berdiri mematung dengan
rasa ragu yang terus menghantui pikiran setelah pertemuan dengan Grand Duke,
mulut kecil Flora tak bisa berhenti bergetar padahal dirinya harus cepat
mendatangi Grand Duchess dan melayaninya.
"A-aku pasti
bisa!" ujarnya menyemangati diri sendiri. Dia mengepalkan tangan kuat-kuat
untuk membunuh kegugupannya.
Namun, begitu pintu
terbuka memperlihatkan seorang wanita muda bergaun putih yang duduk dengan
tenang di kursi kerja, hati Flora kembali menciut. "S-saya menghadap, Yang
Mulia Grand Duchess!"
[Griselda POV]
Akhirnya, dayang yang
sejak tadi kutunggu datang juga. "Panggil saja Nyonya Muda seperti
biasanya!" ujarku merasa kasihan sekaligus puas setelah mengatakan
kegilaan padanya tiga puluh menit yang lalu.
Aku memang sengaja
mengatakan itu untuk memancing kemarahan Zarmen. Hanya itu satu-satunya cara
agar kita bisa bertemu dan bicara. Karena selama ini, Griselda selalu diabaikan
dan dianggap tidak lebih dari sekedar barang.
"Maafkan saya,
Nyonya Muda. Saya merasa bersalah dan pantas untuk mati!" tunduk dayang
Flora dengan buliran air mata yang terpupuk di sudut mata hijaunya. Ah~ cantik
sekali.
Aku tertawa lemah dengan
ujung jari telunjuk kanan berada di depan bibir mengisyaratkannya agar tidak
melanjutkan lagi ucapannya. "Jangan menangis begitu. Padahal kau sudah
menjalankan tugasmu dengan baik, 'kan?"
"Maaf?"
Wajahnya seperti tak percaya saat aku bisa menebak isi hatinya.
"Selama empat tahun
terakhir, aku sudah tahu bahwa kau adalah mata-mata yang ditugaskan untuk
mengawasi pergerakanku." Aku berdiri dan melangkahkan kaki mendekat tepat
di depan Flora yang sedang berlutut.
"S-sejak kapan,
anda?"
"Apa aku terlihat
begitu polos di matamu?"
Kakiku maju satu langkah
tepat di hadapannya, lalu membungkuk hingga 90° dan menatap wajahnya. Tanganku
sengaja menyentuh ujung rambut Flora dan memainkannya.
"S-saya tidak pernah
berpikir seperti itu!" Dia memekik tertahan.
Sepertinya aku terlalu
membuatnya ketakutan. Ah~ padahal aku tidak bermaksud begitu. "Kenapa kau
sepertinya takut sekali padaku?" Aku ingin memancing responnya. Apakah dia
benar-benar takut atau hanya akting saja.
"S-saya sangat
menghormati anda, Nyonya Muda. S-saya hanya takjub saat anda bilang bahwa anda
menyadari identitas saya."
Sebentar, dia menatapku
dan terlihat lega. Apa aku salah lihat. "Huh?"
"Saya sangat senang,
anda tahu siapa saya."
Aku terdiam sesaat, butuh
waktu selama beberapa detik mengurai ucapan yang keluar dari mulutnya.
"Kenapa?"
"Selama ini, saya
kira anda tidak pernah peduli pada saya. Padahal saya sudah berusaha
menunjukkannya dengan jelas agar anda tahu."
"Apa kau sedang
berpikir bahwa 'untungnya Grand Duchess tidak sebodoh itu'?"
"Ah~ maafkan saya
maafkan saya!"
Ya, tidak heran kalau dia
berpikir seperti itu. Bagaimana pun juga, memang kenyataannya Cynthia Orfias
hanya hidup sebagai patung di kediaman ini. Dia tidak punya keinginan atau
ambisi dan juga tidak melawan saat di serang. Dengan kata lain, dia hanya hidup
untuk memenuhi keinginan Zarmen.
Sudah kubilang bukan,
novel ini rusaknya bukan main. Sejak awal, Cynthia yang dimanfaatkan pria tua
bangka itu saja sudah membuatku malas untuk melanjutkan cerita. Ah~ inilah
akibat kalau anak 10 tahun sok membuat cerita berat.
***
Seorang anak perempuan
berumur sepuluh tahun tengah sibuk mengetik di depan komputer. Langit cerah
yang telah menguning menunjukkan bahwa hari sudah mulai malam.
Namun, anak perempuan itu
tetap tak bergeming sampai terdengar suara teriakan menggema di telinganya, ia
langsung menghentikan aktivitasnya. "Mereka bertengkar lagi, hah~
membosankan!"
Dia menghela nafas sambil
menatap hasil karyanya. "Aarggh sudahlah~ cerita ini sudah rusak. Aku
tidak tahu lagi harus diapakan naskah ini!" Kesal, dia menutup lembar
kerja word office-nya. Lalu melemparkan dirinya ke atas ranjang.
"Di bawah berisik
sekali, sih ... kapan sih mereka berpisah?" gumamnya sambil menutup mata.
"Naskah cerita ini tidak selesai-selesai gara-gara mereka selalu berisik.
Ah~ kenapa aku lahir di lingkungan keluarga yang bakatnya hanya bisa
bertengkar, sih?"
Pada akhirnya, anak
perempuan itu tidak pernah melanjutkan ceritanya. Barulah, saat dirinya sudah
dewasa, ia tak sengaja menemukan folder lama di komputer itu saat ingin
mengecek ulang file-file yang masih bisa menjadi referensi ceritanya.
Gadis yang sekarang sudah
berumur 18 tahun itu menemukan sebuah folder bertuliskan DARK STORY. Penasaran,
dia pun membuka dan membacanya.
Ada sekitar 150 episode
di sana dan ia merasa tertarik membacanya. Setelah membaca seluruh isinya,
gadis itu tertawa kecil sambil memegang kepala, tak percaya bahwa ia pernah
menulis naskah seperti itu.
Saat itu juga, dia pun
tertarik dengan naskah buatannya sendiri dan ingin membawa folder itu serta
merevisi semua isi ceritanya tanpa menghapus versi aslinya.
Dari 150 episode berubah
menjadi 600 episode dan terbagi menjadi empat season. Di umur yang ke 19 tahun,
gadis itu memberanikan diri untuk meng-upload ceritanya ke sebuah platform
menulis dengan inisial Winter dan tak disangka, cerita itu pun booming.
Nama itu terpikirkan
secara acak di dalam otaknya. Karena saat itu sedang musim dingin di bulan
desember, ia pun mengambil musim itu sebagai nama penanya.
Semua orang penasaran
dengan cerita fantasi-romantis itu sampai gadis itu menunjukkan pada dunia
siapa dia sebenarnya. Akhirnya, nama Winter pun terkenal sebagai penulis
berbakat di negara itu.
***
"Baiklah, karena
sudah begini, mari kita bereskan satu-satu. Sore ini, pasti suami Cynthia yang
tak lain adalah Zarmen Zedd von Derrien akan datang."
Menikmati sore hari yang
dingin, Griselda duduk menatap langit mendung yang dihiasi rintikan air hujan
yang cukup deras. Angin musim dingin berhembus kencang menerpa wajah dan
gaunnya hingga kebasahan.
Sudah ribuan kali dirinya
memanipulasi otaknya untuk tetap tenang, tetapi sepertinya akibat jiwa Griselda
dan Gracie berada dalam satu tubuh, mau tak mau mereka pun harus berbagi
perasaan.
Wajah cantik dan putih
bersih itu menoleh begitu terdengar suara pintu yang terbuka dengan keras.
"Anda sudah datang, Tuan!" sapanya, sopan.
"Bagaimana
kabarmu?" tanya pria berkumis yang berumur sekitar 45 tahunan dengan
ekspresi yang sangat kaku.
"Seperti yang anda
lihat, saya baik-baik saja!" Griselda berusaha melengkungkan sudut
bibirnya ke atas. "Maafkan saya, Tuan!"
"Kau tidak perlu
minta maaf, lagipula ... kontrak kita akan berakhir. Jadi, seperti ini lebih
baik." Pria itu tersenyum kecut. Pria berambut panjang dengan kumis dan
juga brewok panjang itu terlihat merasa lega.
"Syukurlah anda
mengatakan hal itu. Saya merasa lega mendengarnya. Lalu, apa tugas terakhir
saya, Yang Mulia?" tanya Griselda dengan polosnya. Mata dan wajah itu
menatap Zarmen dengan penuh perhatian seperti biasa.
Pria di seberang meja itu
terlihat berpikir. Tiba-tiba, bibir penuhnya tersenyum menyeringai. "Aku
... sudah memikirkan ini sejak lama. Apa kau tidak ingin punya anak?"
"Maaf?"
[Griselda POV]
Apa yang dia katakan
barusan!?
Dasar pria tua bangka
sialan. Berani-beraninya dia mengatakan hal itu di depan wanita yang lebih
pantas menjadi anaknya itu.
"Kau pintar dan
pekerjaanmu selalu memuaskan. Tapi, kelemahannya hanya satu. Kau~ tidak punya
gelar bangsawan dan identitasmu tidak jelas. Bukankah kita bisa saling
menguntungkan dengan hubungan suami-istri ini?"
Dia dengan
terang-terangan menyatakan ingin memilikiku sepenuhnya? Arrghh~ aku bisa gila
lama-lama. Setelah membuatku berada dalam neraka, dia ingin membuatku abadi di
sana. Shit, tidak akan kubiarkan. Tapi, tidak ada salahnya kupermainkan
sebentar.
"Apa~ apakah anda
berniat untuk menganggap saya istri anda?" tanyaku berpura-pura terlihat
bahagia.
"Ya~ seperti
itu," gumamnya.
Pasti begitu.
Dia ragu pada Cynthia
Orfias hanya karena identitasnya yang tidak jelas. Tapi, dia juga butuh Cynthia
yang serba guna. Dasar pria bej*t tidak tahu diri.
Yah~ sebenarnya yang
bodoh di sini juga Cynthia Orfias. Dengan bodohnya mau menjatuhkan diri ke
dalam pelukan pria yang jelas-jelas hanya ingin memanfaatkannya saja. Aku tidak
bisa berkomentar banyak.
Dan, yang paling bodoh
memang aku. Kan aku penulisnya.
[Author POV]
"Jadi, apa kau
setuju denganku?"
Dua tangan yang bertaut
mesra dengan si pria yang terus-menerus membisikkan kata-kata romantis penuh
cinta membuat si wanita terdiam tak berdaya.
Zarmen. Pria itu
tersenyum smirk saat menyadari tangannya ikut bergetar dalam genggaman tangan
wanita itu. Hatinya berbisik dengan bangga karena lagi-lagi dia tidak perlu bersusah
payah untuk menaklukan hati istri kontraknya.
"Tapi, maaf ...
sepertinya saya tidak punya perasaan khusus pada anda!"
Deg.
"Ya?"
Tubuh besar dengan bidang
dada yang sangat lebar itu seketika terdiam sesaat. Dilanjutkan dengan tawa
lirih yang terdengar aneh, dia pun menghela nafas panjang. "Apa kau
bercanda?"
"Tidak, saya
jujur!" jawab wanita itu, dengan sangat jelas.
"B-bukankah kau
pernah bilang, kalau kau sangat-sangat mencintaiku?" tanya Zarmen terkesan
menuntut. "Jangan-jangan, kau juga tidak mengingatku, ya?" Zarmen
terlihat panik.
"Kata Flora, anda
adalah suami saya." Griselda mengubah ekspresi wajahnya agar terlihat
merasa bersalah dengan sangat natural.
"Ka-kata
Flora?" Pria itu terbelalak. "Jadi kau, tidak ingat aku dengan
sendirinya?"
"Maafkan saya!"
tunduk Griselda menghela nafas panjang. "Saya sudah berusaha mengingat
anda, tapi ... saya~ ternyata tidak bisa."
"Siapa yang kau
ingat?" Tidak sabar, pria itu menerjang meja dan menggapai pundak
Griselda.
"Saya hanya ingat
... putri anda, Tarissa Zedd von Derrien!" jawab Griselda mantap.
[| Being The Mom of
Antagonist Lady |]
Tidak bisa dibayangkan
lagi bagaimana kacaunya Zarmen saat ini. Wajahnya memerah menahan malu yang
teramat sangat setelah menyadari bahwa dirinya telah berbuat hal yang memalukan
dengan mencoba untuk menggodanya.
Saking frustrasinya, pria
itu tidak menyadari seulas senyum yang muncul dari bibir Griselda. Wanita itu
terlihat puas melihat kekonyolan yang terjadi sore ini. Hatinya merasa lega
setelah berhasil membuat pria tua itu malu sendiri.
"Tapi, untuk
hubungan yang anda tawarkan, saya akan mempertimbangkannya!" ujar Griselda
setelah mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih tenang seperti tidak pernah
terjadi apa-apa.
Sepuluh jari tangan pria
itu berusaha menutupi wajahnya yang sudah seperti kepiting rebus. "Tidak.
Akan lebih baik kalau kau memikirkan cara agar ingatanmu kembali. Khususnya
ingatan tentangku. Ini tidak akan berguna kalau kau tidak bisa
mengingatku!" Dia memutuskan untuk pergi karena tidak tahan lagi dengan
suasana yang canggung sekaligus memalukan itu.
Sebelum benar-benar
keluar dari kamar Griselda, pria itu berkata, "Aku akan mencari dokter dan
tadi kau bilang apa tugasmu, 'kan. Tugasmu di tahun terakhir ini adalah ...
jangan pernah temui aku lagi kalau ingatanmu belum pulih!"
"T-tapi ...."
"Soal posisimu
sebagai Grand Duchess ... aku tidak bisa memberikannya padamu. Masalah
hilangnya ingatanmu sudah menyebar sampai kekaisaran. Mulai sekarang, k.a.u
ha.rus te.tap di ke.di.a.man. Kalau kau melanggar. A.ku a.kan me.ngu.rung.mu!"
BRAKK.
Degup jantung Griselda
berdetak nyaring di telinganya. Bukan rasa takut atau khawatir yang mengganggu
hatinya, tetapi perasaan marah dan benci yang membuatnya membuka paksa mulutnya
untuk kembali mengatainya pria ba*ingan.
[Griselda POV]
Mengurungku.
Mengurungku katanya?
Sudahlah, ini memang
kenyataan yang tidak akan bisa dihindari. Tapi setidaknya, masalah internal
rumah ini akan diberikan pada kepala rumah tangga. Karena itu, masalahku juga
jadi berkurang.
Dia bilang ingin
mengurungku kalau ketahuan pergi dari rumah, 'kan. Baguslah, aku jadi punya
rencana yang seru.
Tiga hari lagi adalah
hari dimulainya cerita di dalam novel itu. Tokoh utama pria, tokoh utama
wanita, dan tokoh antagonis akan bertemu di satu tempat yang sama di istana
kekaisaran pada pesta ulang tahun putra mahkota yang merupakan si tokoh utama
pria.
Ini sangat mendebarkan.
Aku tidak sabar menunggu apa yang akan terjadi di sana. Tapi, sebelum itu aku
harus memaksa Zarmen agar dia mau membawaku ke sana.
Aku harus mengejarnya
sekarang.
"Aku tidak
mengizinkanmu pergi!"
Sayang sekali, padahal
aku ingin ikut. Baiklah, aku pun harus terima karena di dalam novelnya pun
Cynthia Orfias tidak memang tidak pernah diberi izin untuk pergi ke pertemuan
apapun kecuali pertemuan penting seperti acara-acara yang diselenggarakan
istana kekaisaran.
Bahkan, dia tidak bisa
menjadi lady sempurna seperti lady lain karena terus sibuk bekerja. Pesta minum
teh, pertemuan para wanita, acara rutin bangsawan wanita, dan acara-acara lain
yang berhubungan dengan wanita, dia tidak pernah ikut karena urusan pekerjaan.
Lalu.
"Tolong izinkan
saya, Yang Mulia!" Aku masih tidak ingin menyerah. Aku harus merengek dan
menghalangi jalannya hingga dia kesal.
Dan ...
Akibatnya, para pekerja
jadi memperhatikan kami begini. Mereka bahkan tidak merasa malu karna telah
berani membicarakanku secara terang-terangan.
Suasana menjadi lebih
panas saat para pelayan dan pekerja melihatku yang menangis di depan Zarmen.
Ada yang menganggapku kurang kasih sayang. Tapi, ada juga yang menganggap pria
di depanku terlalu kejam pada istrinya.
Nah, Zarmen ... apa yang
akan kau lakukan sekarang?
Tiba-tiba saja aku hampir
terlonjak karena mendengar suara seseorang yang meneriaki para pekerja. Tak
kusangka, sosok seperti dia akan terpancing dan datang dengan sendirinya.
"APA YANG KALIAN
LAKUKAN, CEPAT PERGI. BUBAR SEMUA!!!"
Ah~ gadis ini. Sekarang
dia berjalan ke sini. Aku harus memasang ekspresi bagaimana, ya?
"Maafkan
ketidak-sopanan saya, Ayah. Tapi, saya ingin membawa IBU pergi. Apa
boleh?"
Dia melirikku tajam.
Sudah pasti dia akan segera menghukumku karna sudah menyebabkan keributan.
Melihat Zarmen yang tidak
menjawab, gadis itu menarikku dengan paksa dari ayahnya. "Kamu di versi
hilang ingatan pun tetap bodoh, ya!"
"Aahkk!" Aku
memekik kecil saat genggaman kuat pada lenganku semakin ditekan hingga rasanya
lenganku akan putus. "S-sakit!"
"Dari yang kudengar,
sepertinya hanya aku yang kau ingat, ya. Baguslah, mulai sekarang ... biar aku
yang mendampingimu."
Deg.
Uwaa~ tak kusangka, akan
jadi seperti ini.
"Tarissa ... apa
maksudmu?"
"Satu tahun lagi,
dia akan diceraikan, bukan. Jadi, mulai sekarang lebih baik dia berada di dekat
saya, Ayah."
Aku tidak tahu kenapa
gadis ini bersikeras ingin memilikiku untuk dirinya sendiri. Tapi, kalau
berdasarkan novelnya~ dia hanya ingin menjadikanku mainannya yang bisa disiksa
kapanpun.
Lihat itu~ Zarmen
terlihat kebingungan. Apa wajahnya jadi sejelek itu kalau kikuk. "Nona,
anda ingin membawa saya ke mana?"
"Ke mana?"
Tarissa mengulas senyuman yang tidak bisa kuartikan apa maksudnya. "Tentu
saja ke tempatmu berasal."
***
Kami berdua pindah ke
kamar Tarissa untuk melanjutkan pembicaraan yang terputus tadi. Dia membawaku
ke ruang rias dan memaksaku untuk mengganti pakaian.
"Ibu ... apa Ibu
suka gaun ini?"
"Ah~ apa kau yakin
memakaikanku gaun ini?" tanyaku sambil mengangkat gaun yang lebih terlihat
seperti pakaian lusuh.
Namun, yang kulihat saat
ini malah tatapan aneh dari Tarissa yang seperti sedang menilaiku. "Aku
sangat yakin kalau kau tidak seperti ini, dulu."
"Ya~ memangnya aku
kenapa dulu?" tanyaku lagi semakin tidak mengerti.
"Ibu dulu selalu
menerima pemberian apapun bentuknya entah itu jelek ataupun bagus sampai aku
merasa malu punya Ibu sepertimu. Tapi, sekarang kau berubah!"
Dasar~ anak ini
blak-blakan sekali, sih.
Aku harus memasang raut
wajah tidak percaya untuk mendramatisir aktingku. "Anu~ Anakku, sebenarnya
apa saja yang sudah kulakukan sebelum aku kehilangan ingatan?"
"A-APA,
ANAKKU!" Dia tersentak, tentu saja. mana pernah Cynthia Orfias menganggap
Tarissa sebagai anaknya.
Karekter mereka yang
berbeda bagai langit dan bumi itu semakin membuat di antara mereka terdapat
tembok benteng yang tinggi. Padahal, kalau aku jadi Cynthia Orfias, aku akan
membuat hubunganku dengan anak-anak Zarmen lebih hangat dan tidak dingin
seperti musim saat ini.
Karena babak penentuan
apakah Tarissa akan menjadi antagonis sejati adalah di saat-saat ini. Yakni di
mana dirinya belum bertemu dengan tokoh utama pria dan wanitanya.
Ya, lagi-lagi aku tidak
bisa menyalahkan Cynthia Orfias sepenuhnya. Aku penulisnya, jadi aku yang
pantas disalahkan, kan?
To be continued ...
UPDATE TERBARU ADA DI FIZZO OFFICIAL
CHAPTER 1 (Terlahir kembali)
Komentar
Posting Komentar